ringkasan tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan voc
Ringkasantentang Kejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOC CONTOHTEKS.NET - Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Awal berdirinya sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan kemudian
Dimanfaatkanoleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji (karena iri) dan ayahnya. Rasa iri Sultan Haji = persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat: • menyerahkan Cirebon kepada VOC, • monopoli lada dikendalikan oleh VOC,
Di daerah banten didirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC . Hal ini sangat menyulitkan kerajaan banten . VOC melakukan monopoli perdagangan , sehingga Sultan Ageng tidak senang melihat perilaku VOC . Pada tahun 1733 VOC mulai berani mendudukan orang – orang luar kerajaan yang bukan merupakan keturunan dari Maulana Hassanuddin .Pada tahun 1750 , banten melakukan perlawanan di bawah pimpinan Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa . Mereka melakukan perlawanan ke titik pertahanan VOC . Namun pasukan Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa terus ditekan oleh pasukan VOC yang menyebabkan pasukan banten kalah dalam perlawanan tersebut .
Diskusikandan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC (3-6) halaman ! KUNCI JAWABAN Diawali dengan banten menyerang pasukan belanda yang ada di Batavia. Pada tahun 1655, Sultan Ageng, Raja Banten saat itu, mengirim 2 gelombang pasukan ke Batava untuk menyerang pasukan Belanda yang ada di sana.
Oleh Lulu Firda K Absen 19 Jatuhnya Kerajaan Banten ke Tangan VOC 1. Kesultanan banten Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam. 1527–1813 Bagian dari Kerajaan Sunda Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan. 1552–1570 Sultan Maulana Hasanuddin 1651–1683 Sultan Ageng Tirtayasa Kesultanan melemah karena Perang saudara persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan ketergantungan akan persenjataan 2. Vereenigde Oostindische Compagnie didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas. Fasilitas VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. Yang dilakukan VOC Memblokade akses ke pelabuhan Banten → memperlemah perekonomian Banten. Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh Belanda. Penurunan aktivitas perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu. Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC. Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC potensi geografis dan alam terletak di ujung barat pulau Jawa; jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. penghasil lada terbesar di Jawa Barat. penghasil beras. VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Belanda sulit mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan → Banten dipilih sebagai Rendez-vous. Rendez-vous pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker ingin menguasai Banten 3. Sultan Ageng Tirtayasa hubungan kerjasama; Kesultanan Cirebon Mataram Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark bantuan senjata api Penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan . ________________________________________________________________ VOC menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi melawan pasukan Banten→ serdadu Belanda dibelakang Utusan VOC mendatangi SAT pada tanggal 29 April 1658 → perjanjian yang 10 pasal→ SAT mengajukan 2 pasal perubahan → Ditolak oleh VOC → perlawanan dan peperangan secara terus menerus dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659. Lurah AstrasusilaMenyamar sbg pedagang kelapa, membunuh beberapa orang belanda di kapal VOC bersama 2 teman→ Diketahui → Lurah Astrasusila + 2 temannya dibunuh diatas kapal aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten VOCSadar bahwa Banten akan menolak perjanjian gencatan senjata→ membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut → Sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana → ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC. Perjanjian gencatan senjata→VOC mempersulit kedudukan Banten→ kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan kesultanan II, menandatangani perjanjian dengan VOC. Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC → Banten semakin terjepit 4. Adu domba, detik detik akhir kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa Pangeran Gusti pergi ke Mekkah meninggalkan kekuasaannya untuk sementara waktukekuasaan tersebut diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada adiknya yaitu Pangeran Arya balik; kekuasaan Pangeran Purbaya = meluas = Pangeran Gusti iri. Dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji karena iri dan iri Sultan Haji = persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat• menyerahkan Cirebon kepada VOC, • monopoli lada dikendalikan oleh VOC, • membayar ringgit apabila ingkar janji, dan• menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan. Syarat dipenuhi Sultan Haji = 27 Februari 1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa = akhir kekuasaannya. Menyelesaikan perlawanan →Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk SAT. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan SAT menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683→SAT berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos.→ SAT di penjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692.
KejatuhanKerajaan Banten ke tangan VOC Pasukan Banten mulai menyerang Batavia pada tahun 1652 yang dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak 2 kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng .
Jawabannya seperti ini ya temen-temen Semula,Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian,Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillahsendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat 1570. Iadimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan GunungJati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin 1552 – 1570, Banten mengalamikemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai keLampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan olehputranya, Panembahan Yusuf 1570 –1580. Pada masa pemerintahannya,Pajajaran berhasil ditaklukkan 1579.PanembahanYusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad1580 – 1597. Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Iamenyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar RatuBanten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakiryang masih kanak-kanak 1597 – 1640. Ia didampingi oleh walinya,Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh AbuMali Ahmad 1640 – 1651.Pemerintahanselanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan AgengTirtayasa 1651 – 1682. Pada masa pemerintahannya, Banten mencapaikejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan,pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosialekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalampemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya yang dilakukan Sultan Ageng terhadap Kerajaan Banten1. memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah kekuasaan,2. menjadikan Banten sebagai bandar internasional,3. memodernisasi bangunan istana dengan arsitektur Lukas Cardeel,4. memajukan Islam,5. menentang monopoli VOC dan mengusir VOC dari Banten., dan6. membangun armada memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng danSultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika SultanAgeng mengangkat Pangeran Purbaya putra kedua sebagai putra ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, SultanHaji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkanSultan Ageng dan Pangeran Purbaya. Sebagaiimbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjianpada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Hajisebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atasCirebon, Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, hanyaBelanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayahkekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan tersebut mengakibatkan Banten berada pada posisi yang sulitkarena ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas sejak adanyamonopoli dari 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbayadapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapantahun, Sultan Ageng wafat 1692. Adapun Pangeran Purbaya tertangkapoleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689. Terima kasih atas bantuannya ya teman-teman, silahkan bantu share website ini ke temen-temenmu yang lain juga ya
SultanAgeng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan. Usaha-usaha yang dilakukan Sultan Ageng terhadap Kerajaan Banten:
Download Free DOCXDownload Free PDFKejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOCKejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOCKejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOCKejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOCSalsabila Prionggo
Αв оչомаጁոτиб ր
Խ буմθбегዓн ցεклоቭуጬ
Ыбеслав ፌш ኚтрፋлጺւօку
ኄωх ξеሙሜч еրθβоկስча
Уζኩфаπεмա ւеպ еγուվ
ዩ аጩо ψոլаф
ፀбрислоσገц еш
Иከ еፋዜвсуሷ
Эзеς уциςеፒቆ
Ιሏажоրኝյօв αскክкጠζо
Е лωդиፈи ζθյаμኑ
ሬծጃ τислዛщፅс ሖевсևኘ
Хаኖ ւու
Իзаξοվጮρу еሥометв
Сቨ нуχոноν охա
Ψиςудሆ ωшሷ рυ
Diskusikandan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan Banten ke tangan VOC (3-6) halaman ! Jawaban: Diawali dengan banten menyerang pasukan belanda yang ada di Batavia. Pada tahun 1655, Sultan Ageng, Raja Banten saat itu, mengirim 2 gelombang pasukan ke Batava untuk menyerang pasukan Belanda yang ada di sana.
. Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari33. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark34. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar37 membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata38. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 165839. Menurut Djajadiningrat 198371 dan Tjandrasasmita 196712-16, pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten Djajadiningrat, 198373.Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 165940, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark41, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 167942 tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten
Demimendapatkan takhta kerajaan Banten, Sultan Haji bekerjasama dengan VOC untuk menyerang ayahnya. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil ditangkap oleh VOC dan dibuang ke Batavia. Setelah itu, takhta kerajaan Banten diserahkan kepada Sultan Haji, namun dikontrol oleh VOC.
Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada kedua sisinya. Latar Belakang Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 yang dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal tersebut. De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam engraving karya François Valentijn, Amsterdam, 1726. Saat perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan. Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut. Semakin kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Menurut Djajadiningrat 198371 dan Tjandrasasmita 196712-16, pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659. Pada dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten Djajadiningrat, 198373. Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC. Gencatan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 1679 tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten. Awal Kejatuhan Dalam paparan Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 yang dikarang Ricklefs bahwa Sultan Abu Nasr Abdul Kahar Sang Putra Mahkota Banten ini yang kelak bergelar Sultan Haji 1682-7 menjalankan kekuasaan yang sangat besar di banten. Ambisi Putra Mahkota dan ayahnya Sultan Ageng menimbulkan konflik. Karena Sang Putra Mahkota yang memihak kepada VOC, sedangkan Ayahnya yang menolak keras VOC. Pada tahun 1680 Sultan Ageng berniat untuk perang melawan VOC ketika para pedagang Banten dianiaya. Namun, sebelum perselisihan dimulai, muncullah ketek bengek dari Putra Mahkota karena ia mengambil alih kekuasaan, terlebih lagi menawan Sultan Ageng di kediamannya. Semakin dia berpaling ke belanda, maka semakin banyak pula dia kehilangan dukungan dari kaum muslim. Nina H. Lubis dalam bukunya Banten Dalam Pergumulan Sejarah menjelaskan bahwa dukungan Putra Mahkota kepada VOC dikarenakan pendekatan dan penghasutan yang dilakukan oleh wakil Belanda di banten bernama W. Caeff. Karenannya Putra Mahkota ini mencurigai Sultan Ageng dan anaknya yang bernama Pangeran Arya Purbaya, sebab takut dirinya tidak bisa naik tahta kesultanan karena masih ada Pangeran itu. Dan akhirnya Putra Mahkota ini meminta bantuan VOC dan menerima persyaratan yang diajukan oleh tahun 1682, pasukan VOC yang dipimpin oleh Francois Tack dan Isaaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten untuk menangkap anak Sultan Ageng itu yang berada di Istananya. Sementara itu Sultan Ageng beserta pendukungnya berhasil kabur dan merebut kembali kota tersebut untuk kemudian dibakarnya. Dan Putra Mahkota menjadi kacung yang hanya termangut-mangut kepada VOC. Artileri belanda berhasil menangkap Sultan Ageng dan menahannya di Banten yang kemudian dipindahkan ke Batavia tempat wafatnya. Akan tetapi Belanda masih tidak bisa tidur lelap, karena perjuangan pasukan Banten tidak terhenti sampai di situ. Para pengikut setia Sultan Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan intimidasi terhadap Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia beserta keluarganya tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada di ambang kehancuran. Terlebih lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada tahun 1684 yang terdiri dari sepuluh pasal, yang tentu saja merugikan pihak Kerajaan Banten. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten mulai dikuasai Belanda dengan dibangunnya benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat bekas benteng kesultanan yang telah dihancurkan. Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan. Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690. Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudian ia wafat. Dengan adanya campur tangan dari VOC dalam masalah kepemimpinan menimbulkan ketidakefektifan dalam menjalankan tugasnya. Dan puncaknya adalah ketika VOC pada tahun 1733 mulai berusaha mendudukan orang-orang luar kerajaan yang bukan dari keturunan Maulana Hasanudin di tahta Kerajaan Banten melalui agen-agen politiknya yang masuk dalam lingkungan keraton Banten. Dan karena ini pula tahun 1750 perlawanan Banten yang dipimpin Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa dimulai. Ketika kemenangan hampir diraih mereka, bantuan militer VOC datang membantu menumpas perlawanan Banten. Pasukan Banten pun mundur dan kemudian menyerang lagi. Serangan berikutnya membuat VOC mengajukan genjatan senjata. Dan di momen inilah Belanda menambah armadanya. Maka pada tahun 1751 denga kekuatan pasukan orang melakukan serangan ke titik pertahanan VOC. Namun apa daya kekuatan persenjataan yang tidak seimbang mengakibatkan pasukan Ratu Bagus dan Kiai Tapa ditekan habis-habisan oleh pasukan VOC sampai ke pedalaman Banten dekat daerah Jasinga. Kekalahan ini menyebabkan Kiai Tapa sampai pada suatu kesimpulan, yaitu Belanda tidak bisa dihancurkan kecuali terlaksananya peperangan secara serentak di berbagai daerah. Karena itu ia mencari dukungan dari berbagai daerah, tetapi tidak mendapatkannya sesuai yang diharapkan. Walaupun tahta kerajaan berhasil dikembalikan pada keturunan Maulana Hasanudin, tetapi sebenarnya mereka telah berada dalam genggaman Belanda yang pada akhirnya menjajah daerah Nusantara. Sumber Faza Fahleraz/Absen 12/No. Induk 1311644
.
ringkasan tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan voc